QAULAN LAYYINAN ( Khairatinnisa' Humaira )

QAULAN LAYYINAN


Khairatinnisa’ Humaira

0101230013

Dosen Pengampu : Dawami, M.I.Kom

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin

khairatinnisahumaira@gmai.com


 

Pengertian " Qawlan Layyina"

Secara etimologis, frasa "qawlan layyina" (قَوْلًا لَّيِّنًا) terdiri dari dua kata dalam bahasa Arab:

·    Qawlan (قَوْلًا): Kata ini berasal dari kata dasar "qāla" (قالَ) yang berarti "berkata" atau "mengucapkan". Dalam bentuk "qawlan", kata ini berarti "perkataan" atau "ucapan".

·         Layyina (لَّيِّنًا): Kata ini berasal dari kata dasar "līn" (لين) yang berarti "lembut", "lunak", atau "halus". Dalam bentuk "layyina", kata ini berfungsi sebagai sifat yang menggambarkan sesuatu yang bersifat lembut atau mudah didekati.

Jadi, secara etimologi, "qawlan layyina" dapat diterjemahkan sebagai "perkataan yang lembut" atau "ucapan yang penuh kelembutan".

Dalam terminologi Islam, "qawlan layyina" merujuk pada cara berbicara yang penuh kelembutan dan kebaikan, yang digunakan dalam menyampaikan pesan atau dakwah, terutama dalam menghadapi orang-orang yang keras hati atau sulit menerima nasihat.

"Qawlan layyina" pertama kali disebutkan dalam Surah Taha (20:44), di mana Allah memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun untuk berbicara dengan Fir'aun, seorang raja yang sangat zalim dan sombong. Meskipun Fir'aun terkenal dengan kediktatorannya, Allah menyuruh Musa dan Harun untuk berbicara dengan lembut, agar Fir'aun mungkin akan merasa takut atau sadar, dan akhirnya menerima petunjuk-Nya.

Dalam konteks dakwah dan interaksi sosial, "qawlan layyina" mengajarkan pentingnya berbicara dengan kata-kata yang penuh kasih sayang, kebijaksanaan, dan kelembutan. Hal ini juga mencerminkan prinsip Islam bahwa meskipun kebenaran harus disampaikan, cara penyampaiannya harus mengutamakan kelembutan agar lebih mudah diterima oleh hati orang lain.

Makna dalam Konteks:

  • Dakwan yang lembut: Dalam konteks dakwah, ini berarti menyampaikan ajaran agama dengan cara yang tidak kasar atau menyinggung perasaan orang lain. Sebaliknya, dakwah harus dilakukan dengan cara yang penuh rasa hormat dan pengertian.
  • Perlakuan terhadap orang yang keras hati: Ayat ini juga mengajarkan bahwa dalam menghadapi orang yang keras hati atau bahkan musuh, kita harus tetap menggunakan kelembutan dan kebaikan dalam berbicara

 

Secara keseluruhan, "qawlan layyina" mengandung ajaran bahwa berbicara dengan lembut dan penuh hikmah lebih efektif daripada menggunakan kata-kata yang kasar atau keras, terutama dalam menyampaikan kebenaran atau dakwah

Ayat yang Mengandung "Qulun Layyina"

Frasa "qawlan layyina" (قَوْلًا لَّيِّنًا) terdapat dalam Surah Taha (20:44). Berikut adalah teks ayatnya:

  • Surah Taha (20:44):

قُولا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ   

"Katakanlah kepadanya dengan perkataan yang lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut."

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun untuk berbicara dengan lembut kepada Fir'aun yang sangat zalim. Allah memerintahkan mereka untuk tidak menggunakan kata-kata keras, tetapi memilih kata-kata yang lemah lembut untuk menyampaikan pesan-Nya.

Arti dari Ayat Tersebut

Ayat ini mengandung pesan bahwa dalam menghadapi orang yang keras hati atau sulit menerima nasihat, seperti Fir'aun yang dikenal sebagai penguasa yang zalim, cara penyampaian dakwah atau nasihat harus dilakukan dengan kelembutan. Dengan kata lain, Allah mengajarkan agar umat-Nya menggunakan pendekatan yang penuh hikmah dan kelembutan dalam berdakwah atau dalam menghadapi situasi yang sulit. Bahkan dengan orang yang keras sekalipun, perkataan yang lembut dan bijaksana lebih diutamakan daripada kekerasan atau kata-kata yang kasar.

Tafsir dari Ayat Tersebut

Menurut para mufassir (ahli tafsir), ayat ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang penuh kelembutan dalam menyampaikan wahyu atau nasihat. Meskipun Fir'aun dikenal dengan kediktatorannya, Allah memberi petunjuk kepada Nabi Musa dan Nabi Harun untuk berbicara dengan lembut karena kelembutan dapat membuka hati dan memberi ruang bagi penerimaan. Beberapa tafsir mengungkapkan bahwa cara penyampaian yang lembut bisa lebih efektif dalam menyentuh hati seseorang, bahkan jika orang tersebut terkenal dengan kebengisannya.

Beberapa ulama juga menyatakan bahwa frasa ini mengajarkan bahwa dakwah Islam hendaknya tidak dilakukan dengan kekerasan, tetapi melalui kata-kata yang bijak dan penuh penghargaan terhadap orang yang dihadapi.

Cerita Hikmah di Balik Ayat Ini

Cerita hikmah yang terkait dengan ayat ini adalah ketika Allah mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun untuk berdakwah kepada Fir'aun, seorang penguasa yang sangat zalim. Fir'aun adalah sosok yang mengaku sebagai Tuhan, dan dia telah menindas umat Bani Israel. Meskipun Fir'aun memiliki kekuasaan besar, Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun untuk berbicara dengan lembut kepada Fir'aun, agar dia dapat teringat atau takut akan hukuman Allah.

Hikmah yang dapat diambil dari cerita ini adalah bahwa meskipun kita mungkin menghadapi orang yang sangat keras atau bahkan zalim, cara yang paling efektif untuk mempengaruhi hati mereka adalah dengan kelembutan, bukan dengan kekerasan atau permusuhan. Ini juga mengajarkan bahwa kita harus mengedepankan kebijaksanaan dan kasih sayang dalam menyampaikan kebenaran, karena ini lebih berpotensi mengubah hati dan pikiran seseorang.

Kesimpulan

Ayat ini mengajarkan pentingnya perkataan yang lembut dalam dakwah dan interaksi sosial. Perkataan yang lembut lebih memungkinkan seseorang untuk menerima nasihat dan berubah, bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk menghindari kata-kata yang kasar dan mengutamakan kelembutan dalam berbicara, baik dalam dakwah maupun dalam kehidupan sehari-hari.

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perspektif Islam terhadap Sosiologi dan Antropologi Pendidikan